Prologue/Epilogue
“Sorry for this. You’re a good man. But It’s too late, like what I said.”
Pesan pendek dari Rachel ini membuat Raka terdiam. Dan malam tadi, adalah pertemuan terakhir mereka.
I.
Sejak pertemuan pertama mereka di sebuah gigs –yang kebetulan Rachel merupakan panitia acara tersebut dan band Raka tampil di acara tersebut— beberapa tahun yang lalu, Raka langsung menyukai Rachel. Dari gigs itu, Rachel yang merupakan teman dari teman Raka selalu muncul di kepala Raka. Dan akhirnya Raka pun mencari tahu tentang Rachel dari temannya itu. Dari mulai nomor handphone-nya hingga semua akun social media-nya. Tapi Raka tahu, jika dia tiba-tiba mencari perhatiannya lewat social media, pasti Rachel akan menganggapnya tak lebih dari stalker-stalker tak punya kerjaan yang tak tahan melihat perempuan cantik lalu menganggunya. Raka pun menahan hasratnya untuk menghubunginya hingga dia bertemu langsung dengan Rachel.
Akhirnya setelah beberapa minggu, Raka mengetahui bahwa Rachel akan datang ke sebuah acara musik yang memang Raka pun berencana akan datang. Hari itu, Raka pun pergi ke acara music tersebut. Dan ya, dia bertemu Rachel yang datang bersama temannya. Karena kesempatan bertemu Rachel itu langka, maka Raka memberanikan diri untuk menyapa Rachel saat Rachel berdiri didekatnya sambil menenteng sebuah botol bir.
“Hai, Rachel ya?”
“Eh, hai. Siapa ya?”
“Hehe. Sorry ngagetin. Gue Raka, gitaris Summer In Glasgow yang main di acara lo waktu itu,” Jawab Raka malu-malu.
“Ah iya! Gue inget sekarang. Aduh maaf-maaf, gue suka lupaan orangnya.”
“Iya ga apa-apa. Sendirian?” Raka tahu ini adalah basa-basi, tapi dia memang bingung apa yang harus ia katakan.”
“Bareng temen-temen sih, tapi mereka pada sibuk sama pacarnya gitu. Hahaha.”
Oh, dia single. Ucap Raka dalam hati. Dan karena acara sudah mulai selesai dan waktu masih menunjukan pukul 9 malam, tiba-tiba saja muncul pikiran untuk mengajak Rachel pergi ke sebuah café dalam kepala Raka.
“Sedih gitu, hehe. Eh, lo kira-kira kalo gue ajak ke Koffie Tijd mau ga? Gue masih males balik soalnya.”
“Umm, gimana ya,” Rachel terlihat sedang berpikir untuk menerima tawaran Raka atau tidak sambil memainkan bibirnya, “boleh aja sih. Tapi gue bilang ke temen gue dulu ya.”
Dan ternyata Rachel pun menerima ajakan Raka. Setelah menemui teman-temannya. Mereka pun pergi ke Koffie Tijd, sebuah kedai kopi favorit Raka. Mereka pergi menggunakan motor Raka. Selama perjalanan. Mereka tak saling berbicara karena masih merasa canggung. Hingga akhirnya sesampainya mereka di Koffie Tijd, mereka mulai mengobrol panjang lebar. Rasa canggung yang muncul diantara mereka pun lama kelamaan hilang. Dan darisinilah awal mula munculnya kedekatan diantara mereka berdua.
II.
“Eh, band gue main nih besok. Lo dateng dong ya,” ajak Raka pada Rachel lewat pesan pendek. Rachel menerima ajakan Raka itu. Ini terjadi hampir satu tahun setelah pertemuan mereka di Koffie Tijd. Selama satu tahun ini mereka menjadi semakin dekat. Tapi Raka masih saja belum berani untuk menyatakan cintanya pada Rachel. Rachel sebenarnya mengirimkan beberapa sinyal bahwa dia juga menyukai Raka, tapi Raka tidak mau merasa terlalu percaya diri dan menganggap bahwa itu adalah hal biasa dan Rachel pun melakukannya kepada teman-teman lelakinya yang lain.
Besoknya, disaat Raka datang ke sebuah café dimana dia akan tampil bersama band-nya, dia mencari-cari Rachel. Tapi Rachel belum datang rupanya. Dan kira-kira 30 menit setelah itu, Rachel pun muncul. Namun Raka yang biasanya sumringah ketika Rachel muncul, kali ini dia malah menunjukan air muka yang keruh. Ya, bisa kalian tebak sendiri. Rachel muncul bersama seorang lelaki. Dan lelaki itu merupakan teman Raka juga, dia adalah Glen. Meskipun saat mereka bertemu, Rachel berkata bahwa dia pergi bareng karena Rachel sedang tak ada kendaraan, tapi tetap saja Raka merasa sedikit sedih. Kali itu Raka tak banyak mengobrol dengan Rachel karena Rachel terlihat asyik mengobrol dengan Glen sambil sesekali Rachel terlihat menggandeng tangannya. Dan bahkan setelah Raka menyelesaikan penampilannya di panggung, dia tidak melihat lagi Rachel dan hanya mendapat pesan darinya bahwa dia minta maaf pulang duluan karena ada pekerjaan yang belum dia selesaikan.
Sesampainya di rumah, Raka langsung menyalakan laptop dan mendengarkan lagu Anyone Else Isn’t You milik The Field Mice secara repeat. Meskipun belum jelas hubungan Rachel dan temannya itu, tapi Raka merasa cemburu. Ya, perasaan yang wajar memang. Dan Raka pun menenggelamkan dirinya dalam kesedihan.
Selama beberapa hari setelah kejadian itu, tak ada kontak sama sekali antara Rachel dan Raka. Seolah Tuhan memang berencana menjauhkan Raka dan Rachel. Hingga pada suatu hari, terdengar kabar dari temannya bahwa mereka memang telah menjadi pasangan. Dan Raka pun makin tenggelam dalam kesedihannya. Beberapa tawaran manggung dia hiraukan. Saran teman-temannya untuk melupakan Rachel pun dia abaikan. Meskipun Raka sadar, bahwa dia tak seharusnya seperti ini dan harus menghargai keputusan Rachel karena secara tak langsung, ini merupakan salah Raka juga karena tidak pernah berkata pada Rachel bahwa dia menyukainya. Tapi dia tak tahu harus melakukan apa. Dia tidak bisa melihat Rachel dan Glen yang selalu hadir disetiap acara yang dia datangi. Tapi di sisi lainnya dia tidak bisa jka tidak melihat Rachel.
Beberapa minggu kemudian, Raka memilih untuk pindah kerja ke Jakarta. Bukan untuk melupakan Rachel, tapi untuk tidak melihat Rachel dan Glen yang selalu bersama-sama. Dan Raka pun pindah, tanpa memberitahu Rachel.
III.
Satu tahun berlalu. Raka memang belum melupakan Rachel, tapi setidaknya dia tidak melihat Rachel dan Glen lagi. Satu hal yang mengurangi kesedihannya.
Dan jauh di dasar hatinya, dia memang merindukan Rachel. Sempat muncul keinginan untuk kembali ke Bandung dan menemui Rachel atau sekedar menyapanya lewat social media. Namun keinginan itu selalu hilang begitu saja karena dia ingin menghilang dari kehidupan Rachel tanpa menghilangkan Rachel dari kehidupannya.
Tapi pada suatu hari, saat Raka sedang meliput sebuah acara music di daerah Gandaria, Raka melihat seorang perempuan yang tak asing bagi dia. Rachel!
Raka kaget karena ada Rachel di tempat ini. Dan dia bingung apa yang harus dia lakukan. Dan kebingungan itu hilang saat Rachel tiba-tiba berlari kecil kearah Raka sambil setengah meneriakan namanya.
“Raka!” Teriak Rachel sambil memeluk tubuh Raka. Raka balik memeluk Rachel. Satu hal yang selama ini hanya bisa ia mimpikan.
Raka terdiam tak mengucapkan apa-apa. Dia tetap memeluk Rachel. Meluapkan kerinduannya selama ini.
“Lo kemana aja sih?! Lo tiba-tiba hilang gitu aja. Temen-temen lo ga ada yang bilang lo pergi kemana. Gue kangen banget sama lo!” Ucap Rachel.
“Lo kangen sama gue?” Entah kenapa malah pertanyaan ini yang Raka ucapkan pada Rachel.
“So much! I’ve been searching for you almost everyday. And no one tell me where you go even your bandmates. And that’s why I broke up with Glen. Lo kenapa sih, Rak?”
Raka kembali terdiam. Dia tersenyum kecil.
“Cari tempat lain yuk, nanti gue ceritain,” ajak Raka. Dan Rachel pun mengangguk.
Akhirnya mereka pergi ke sebuah café tak jauh darisana. Mereka memilih tempat duduk di rooftop yang tak ada siapapun disana, hanya mereka berdua.
“Jadi lo mau tau kenapa gue ngilang?” Tanya Raka.
“Iya. Gue pengen tau kenapa lo tiba-tiba ngilang gitu aja.”
Raka menyesap rokoknya dalam-dalam. Membiarkan asap rokok tersebut terbawa angin.
“Jadi gini. Gue suka sama lo,” ada jeda beberapa detik sebelum Raka meneruskan perkataanya, “gue suka sama lo dari pertama kali kita ketemu. Dan lo tiba-tiba jadian aja sama Glen. Gue bingung harus gimana. Gue sering liat lo bareng Glen dan itu nyiksa gue. Gue ga bisa. Makanya gue pindah ke Jakarta tanpa sepengetahuan lo. Bodoh sih kalo dipikir-pikir. Gue kayak pecundang yang ga bisa nerima kenyataan. Tapi saat itu gue emang ga bisa berpikir jernih sih. Dan pas ada tawaran kerja di majalah Nylon ini, gue langsung terima.”
Rachel masih terdiam. Terlihat butiran-butiran air mata yang siap jatuh dari mata Rachel. Raka tahu itu dan dia ingin membiarkannya. Membiarkan air mata itu jatuh membasahi pipi Rachel.
“Tapi lo jahat, Rak. Lo pergi gitu aja.”
“Iya, gue tau gue jahat. Gue ngerasa salah. Tapi lo pacaran sama Glen dan gue bin..,”
“Lo ga pernah bilang kalo lo suka sama gue,” Rachel memotong perkataan Raka, “gue nerima Glen karena lo ga pernah bilang kalo lo suka ke gue.”
“Gue sadar soal itu kok. Itu yang gue sesalin. Gue terlalu takut buat nyoba. Gue takut lo nolak dan kita ga bisa barengan lagi. I’m such a looser, I knew it. And I regretting that for a year, Chel.”
Mereka berdua terdiam. Dan Raka kemudian menggenggam tangan Rachel.
“And I still love you. Would you forgive me?” ucap Raka.
“You know what, Rak? I do love you too. And I’m waiting for you to say that words like forever. And I’m glad that you finally said that now.”
Raka tersenyum. Dia merasakan ada sebuah titik terang dalam hidupnya. Satu hal yang dia inginkan sejak lama sekarang muncul di depan matanya.
“Tapi, Rak…,” Rachel melepaskan genggaman tangan Raka, “it’s too late.”
Rachel mengangkat tangannya sambil memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya. Sebuah cincin tunangan. Sebuah cincin penghancur harapan Raka, untuk kedua kalinya.