Mirza Si Manusia Proyek

Sunday, December 25, 2016



Beberapa kawan saya sempat berkata bahwa saya memiliki terlalu banyak proyek samping dalam bermusik. Dan judul tulisan ini merupakan kata-kata Kuya pada saya bertahun-tahun yang lalu: Si manusia proyek. Terakhir, Bang Jon Kastella, saat mengantar saya setelah acara Bebegigs beberapa waktu silam menuju Hipotesa, berkata: 

"Mir, kamu tuh harus fokus di satu atau dua aja paling banyak. Kalo terlalu banyak sampingan, susah buat fokusnya," ujarnya sambil tetap fokus mengendarai motor bebeknya.

Tapi bagaimanapun, saya tak memiliki kekuatan untuk menghentikan kebiasaan saya membikin musik lebih dari satu jenis. Maksudnya, lebih dari satu jenis musik saja. Sekarang saja, selain Soft Blood yang memainkan musik indie rock/slacker pop, saya memiliki dua proyekan lain yang juga sama-sama aktif. Ada Toy Tambourine yang bermain di ranah twee pop/indie pop (karena inilah salah satu cita-cita saya: membikin band twee pop) dan juga Knurd Hamsun yang memainkan coldwave/post-punk. Tiga itu adalah proyekan terbaru saya yang sama-sama masih aktif. Yang sudah tidak aktif atau menjadi tidak jelas juntrungannya, masih banyak.

Di tulisan ini saya ingin mengingat-ngingat dan mencari-cari lagi beberapa proyek sampingan saya dalam bermusik sejak 2011. Kenapa 2011? Karena baru sejak itu saya tahu bagaimana cara merekam lagu dan bagaimana cara menyebarkannya: internet. Jika dihitung sebelum itu, ada dua band lama saya. Yang sebenarnya tak pernah membikin lagu sendiri, tapi sudah pernah beberapa kali manggung dengan membawakan lagu-lagu lain. Dan saya tak ingin mengingat-ingatnya lagi.

Yang paling saya ingat, pertama kali saya memiliki proyek musik adalah Malaikat dan Beruang. Itu tahun 2011, saya sedang banyak mendengarkan musik-musik eksperimental yang aneh. Bahkan mungkin sudah dari jauh sebelum itu. 2007 adalah pertama kalinya saya mendengarkan Sungsang Lebam Telak. Dan semuanya menjadi semakin aneh saja selera musik saya. Akhirnya pada 2011 itu, bermodalkan piano elektrik murah dan aplikasi fruity loop, saya membikin musik yang saya dengar pada 2007 itu: free jazz. Tanpa tahu apa tujuannya dan dimana letak harmonisasinya, saya bikin juga dan sempat saya upload ke bandcamp dengan titel Beruang Fukushima. Tak jelas.



Kemudian pada tahun 2012, saya juga sempat membikin Hello Tigers. Waktu itu, Ridwan Purba, salah satu kawan saya sejak SD mengajak untuk membikin proyek samping. Saat itu dia sudah tergabung dalam kolektif death metal lokal bernama Demigod. Ridwan awalnya mengajak saya untuk membikin musik pop punk dengan unsur elektronika. Dan saya saat itu menyanggupinya. Lantas saya memberikan beberapa referensi lain agar tak begitu tipikal dengan yang sudah banyak ada. Saya memberikan Zolof the Rock n Roll Destroyer karena waktu itu sedang sering-seringnya mendengarkan band itu. Juga beberapa referensi lain seperti Reggie and the Full Effect hingga The Rentals.

Total waktu itu kita hanya mengerjakan dua lagu. Sehabis itu, saya dan Ridwan sama-sama sibuk di kampus meskipun rumah kita hanya berjarak 100m saja. Tak ada lagi kelanjutannya meskipun kemudian kita sering bertemu dan saya sering menginap di rumahnya juga. Ridwan semakin sibuk di Demigod dan saya mulai sibuk liputan dan lain-lainnya. Beruntung salah satu lagu yang berjudul "No Matter How Hard Your Life Is, Through That, With Brave!" dan belum sempat diisi vokal dan gitar yang 'benar' itu pernah kita upload ke bandcamp.



Masih di 2012, paska tidak jelasnya nasib Hello Tigers, saya yang mulai masuk ke dunia musik electronic/dance akhirnya mulai kembali mengulik fruity loop dan mencoba membikin musik sendiri. Kemudian lahirlah Kelab Persaudaraan Gaduh. Entah apa makna dibalik nama itu. Saya sudah benar-benar tak ingat. Yang jelas, satu lagu pernah saya upload ke soundcloud dengan judul "Sunyi Yang Bising". Hmm. Semakin tidak jelas saja.



Pada masa itu saya juga mulai berkenalan dengan banyak orang-orang yang juga banyak memperngaruhi saya secara musikalitas dan seleranya. Waktu itu saya bertemu dengan Tomy Herseta karena sama-sama bekerja di Verse Zine (RIP). Tomy banyak mempengaruhi saya dalam musik-musik gelap, kelam dan basah dan juga musik-musik noise yang abrasif. Saat itu Tomy sudah membikin musik noise/ambient dibawah moniker KVMSY dan masih bertahan sampai sekarang. Bahkan sekarang sudah menjadi roster-nya Hema Records.

Dan karena pengaruh Tomy itu, saya pun akhirnya sempat mempunyai proyek noise/ambient bernama (((MYRRH))) yang sempat menelurkan 2 EP, 1 split bersama KVMSY dan 1 kompilasi kaset. Salah satu EP-nya, Woodwork, bahkan dirilis oleh Mas Indra Menus di Mindblasting Records, lengkap dengan reviewnya, yang mana saya juga sebenarnya tidak mengerti kenapa saya membikin musik seperti itu.



Di sela-sela membikin musik harsh noise/ambient yang membikin pusing kepala itu saya juga sempat membikin satu proyekan iseng yang sebenarnya hanya berawal dari tweet-tweet saya. Saya sempat diberi challenge oleh salah seorang kawan untuk menyanyikan beberapa tweet-tweet saya dengan gitar. Hasilnya: beberapa lagu-lagu ultra pendek dengan lirik berupa isi tweet-tweet saya. Proyekan itu bernama Mirjahat, sesuai dengan username Twitter saya.

Ada dua album. Kalau bisa dibilang album. Dan kedua rilisan itu berdurasi tak lebih dari 5 menit dengan total 20 lagu. Tak ada yang lebih dari 15 detik untuk durasi per-lagunya. Untuk hal ini, Muhammad Chalabi atau Abi Mantap atau abikerenbgt atau MC Chalabi atau gitaris bedchamber pernah berkomentar: "ga bisa di scrobbling di last.fm, a". Tapi disitulah letak serunya. Naon ah.



(((MYRRH))) saya sudahi, Mirjahat tak saya teruskan lagi, dan saya kemudian membikin Wasted Ceremony, sebuah proyekan musik yang bermain di area witch house/lo-fi dance. Sempat membikin satu EP yang tak pernah saya sebar, dua lagu di bandcamp dan satu split album bersama KVMSY, Naturial dan Febrian Bima, kemudian sudah. Saya tak memiliki keinginan untuk meneruskan proyekan ini lagi selain sempat ada ajakan untuk manggung di salah satu acara kawan. Tapi tak jadi karena saya sudah memiliki acara pada tanggal acara tersebut.



Setelah itu saya membikin Sadford sebelum kemudian berganti nama menjadi Sadford Lads Club dan menjadi band betulan yang beranggotakan 4 orang: saya, Diches, Kodok dan Mugy. Band ini bisa dibilang band 'profesional' pertama saya meskipun memilih untuk tak memiliki manager. Beberapa kali manggung termasuk bermain di Jakarta dan juga bermain di hajatannya Kolibri Rekords, Internet Fwendz Vol. 2. Juga sempat ditawari masuk Kolibri Rekords oleh Daffa meskipun akhirnya tidak terlaksana karena band ini kemudian menjadi semakin tak jelas hingga akhirnya bubar.

Tapi banyak momen menarik saat bermain bersama SLC ini. Banyak kawan-kawan baru dari lintas kota. Merasakan bagaimana senangnya saat membikin mini album lalu dirilis dalam format kaset dan juga boxset. Bagiaman serunya manggung dan juga crowd surfing. Dan juga bagaiamana saya harus memilih antara masa depan band dan juga pertemanan. Dua orang anggota SLC, sudah memiliki konsepsi yang berbeda soal band dan musik secara keseluruhan. Meskipun mereka adalah musisi terhebat yang pernah saya temui. Tetapi pandangan mereka soal SLC sudah berbeda. Dan inilah salah satu alasan kenapa SLC memilih untuk bubar. Bukan saya yang membubarkan SLC, tapi tiga orang lainnya. Bahkan, saya memilih untuk keluar dari band yang saya bentuk sejak 2012 ini karena saya tak mau untuk membikin kawan saya sakit hati karena saya keluarkan.

Sudahlah bernostalgia perihal SLC ini. Yang pasti, kita pernah merilis 3 mini album dan satu album demo/unreleased track yang baru dirilis bulan November kemarin. Dan juga, bagi saya pribadi, SLC ini merupakan beberapa band awal yang memainkan indie pop tong-teng-tong-teng. Seingat saya, baru Kaveh Kanes, Humsikk dan SLC yang memainkan musik ala-ala Beach Fossils dan katalog Captured Tracks lainnya pada saat itu. Tapi entahlah. Karena sebenarnya tak jelas juga musik SLC. Ada indie pop, ada twee pop, ada jangly pop, ada shoegaze hingga twee punk.



Selama ketidak jelasan SLC ini, saya juga membikin beberapa proyekan lain. Yang pertama ada Secret Picnic Spot yang memainkan musik noise rock simpel ala Beat Happening atau Girls Band. Sempat merilis satu EP berjudul Pure, kemudian sudah. Sebenarnya itu hanya trigger untuk netlabel yang sempat saya bikin, Barokah Records. Tak ada keinginan untuk membikin musik lagi untuk Secret Picnic Spot. Tetapi baru akhir-akhir ini saat saya kembali mendengarkan Secret Picnic Spot, ternyata enak juga. Lol.



Selain Secret Picnic Spot, saya juga kemudian membikin Bleak, etc. Sebuah proyekan galau saya yang sedikit terinspirasi oleh proyek solo Marcel Thee versi lebih lo-fi. Dan entah referensi saya pada waktu itu apa. Yang penting asal bikin lagu saja yang sesuai dengan perasaan dan mood saya pada waktu itu.



Kemudian sempat ada juga Hongkong Cinema, salah satu proyekan saya dengan Dilan, salah satu kawan saya di kampus yang merupakan jawaban kita atas kesukaan kita pada Black Flag dan digital punk (?) ala Atari Teenage Riot. Hari ini, sepertinya Hongkong Cinema akan muncul lagi dengan musik dan orang-orang yang berbeda. Tunggu saja.



Lalu ada Knurd Hamsun yang muncul karena saya mulai terobsesi dengan musik-musik coldwave dan post-punk. Saya sedang banyak mendengarkan band-band rilisan Minimal Wave Records, Wierd Club hingga Born Bad Records. Dari mulai Led Er Est, Blank Dogs hingga yang lebih obscure seperti Moderne atau Spastic Joy, saya jadikan sebagai referensi. Satu EP bertitel Slauerhoff kemudian saya rilis di netlabel saya.

Kemudian saya ajak Eka Sukok, salah seorang kawan untuk menjadi tandem bermain gitar saya jika suatu saat Knurd Hamsun bermain. Meskipun kemudian baru satu tahun paska dirlisnya Slauerhoff kita mendapatkan panggung pertama kita. Dan juga, band ini bisa dibilang beruntung karena masuk dalam radar Jodi dari Nanaba Records hingga akhirnya pada bulan Februari silam, Slauerhoff dirilis ulang dalam format kaset dengan dua lagu baru. Knurd Hamsun juga mendapat eksposure yang lumayan karena mendapat review yang bagus dari beberapa media seperti Wasted Rockers hingga direvier oleh M. Hilmi di Pretentious Reports-nya. Pun menjadi salah satu album post-punk terbaik di tahun 2015 versi Stereo Embers Magazine, salah satu webzine post-punk asal California, US.



Knurd Hamsun masih berjalan saat saya mulai kembali mendengarkan Dinosaur Jr. akibat saat sedang menginap di rumah salah satu kawan, dia yang merupakan anak rohani J. Mascis makin mencekoki saya dengan beberapa referensi lainnya. Akhirnya sepulangnya saya ke rumah, saya mengambil gitar dan mulai membikin lagu serupa. Hasilnya: munculah Typewriter Dad yang kemudian memiliki dua lagu indie rock/alternative bernuansa Dinosaur Jr./Teenage Fanclub/Foo Fighters.



Kira-kira kemudian di akhir 2015, saya akhirnya merasakan lagi rasanya menyukai seorang perempuan yang hari ini jadi kekasih saya. Dan saya ingin sedikit 'keren' dengan membikin lagu untuknya. Musiknya twee pop/indie pop, namanya Toy Tambourine yang saya ambil dari salah satu judul lagunya Aberdeen. Awalnya ingin terkesan misterius tanpa mencantumkan nama saya. Tapi akhirnya saya beri lagunya secara langsung agar bisa ngobrol dengan modus membutuhkan salah satu foto jepretannya untuk dijadikan cover kaset yang akan (dan sudah) dirilis oleh Shiny Happy Records.

Toy Tambourine ini ibarat sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Karena niat awalnya untuk modus, akhirnya dirilis oleh Shiny Happy Records. Salah satu record label yang kredibilitasnya di dunia pop tak diragukan lagi. Pertengahan tahun 2016 lalu akhirnya kaset EP berjudul Sommertraum itu dirilis dan alhamdulillah mendapat respon yang positif. Dan sebagai bocoran, kalau tak ada aral melintang, akan dirilis juga 7" vinyl di tahun 2017 nanti. Hehehe.



Dan terakhir, yang pasti, ada Soft Blood. Satu-satunya yang benar-benar serius karena digarap dengan serius pula. Dari mulai musik hingga manajemennya. 4 orang lainnya di Soft Blood juga memiliki tanggung jawabnya buat band. Tidak seperti saat di SLC. Chemistry juga sudah sangat kuat terbangun. Intinya, saya suka berada di tengah-tengah 4 orang member Soft Blood lainnya.

Saya tak akan bercerita banyak soal Soft Blood karena akan sangat panjang jika saya bercerita tentang band ini. Yang jelas, dari awal saya banyak memiliki proyekan yang isinya hanya saya sendiri, karena saya sedikit perfeksionis dalam soal musik dan selalu ingin memiliki total control dalam proses kreatifnya. Tapi di Soft Blood, saya menyukai proses membikin musik secara bersama-sama. Soal ide 5 kepala yang kemudian menyatu dalam satu aransemen lagu. Dan ini menarik. Inilah yang saya suka dari Soft Blood dan juga orang-orangnya.



***

Hmm. Dan ternyata, total ada 14 proyek musik yang pernah saya bikin semenjak tahun 2011 dengan sisa 3 yang masih aktif. Entah saya terlampau kreatif, iseng atau tak ada kerjaan. Tapi ini juga salah satu kebiasaan buruk saya dimana saya sering membikin musik baru lengkap dengan nama band-nya dan keinginan untuk menjadi the next Conor Oberst atau Madlib yang memiliki banyak proyek samping.

Tapi terlepas dari semua itu, saya selalu menyukai proses membikin musik. Meracik nada-nadanya, menulis lirik dan juga melihat respon orang-orang terhadap lagu-lagu yang saya bikin. Meskipun selalu ada beberapa kawan yang protes karena saya memiliki terlalu banyak proyek samping. Tapi sepertinya semua itu akan saya kurangi. Mungkin.


*ps: tunggu proyekan hardcore/punk saya bersama beberapa kawan yang akan muncul di waktu yang tak akan kalian duga.

You Might Also Like

0 comments

Subscribe