Fenomena Musik K-Pop Dalam Tafsiran Teleologis Barrow-Tipler

Wednesday, August 21, 2013

YOUNG BAE2
Satu tahun yang lalu, kira-kira. Dimana saya mulai lelah sama kehidupan menghamba saya pada dunia dedek-dedek jepang lucu tapi melankolis, saya mulai mencari dunia eskapis lain. Pencarian itu saya mulai dari film. Saya mulai menonton film-film Korea (ini berhubungan dengan kondisi hati saya pada saat itu yang kata teman disebut sebagai Korean Mellow Moment). Entah telah berapa puluh film Korea yang saya tonton dalam kurun waktu beberapa bulan. Hingga akhirnya saya mulai menonton lagi Running Man. Dari Running Man, saya mulai membuka mata lagi terhadap hal-hal yang berbau Korea. Dan beberapa bulan yang lalu, saya memberanikan diri untuk menonton MV dari girlband-girlband asal Korea. Lagu Expectation dari Girl’s Day adalah girlband yang pertama saya tonton. Darisana mulai merambat menuju grup-grup lainnya dari mulai Sistar hingga A Pink. Untungnya, saya hanya menjadi pendengar dan pengagum MV-MV mereka yang biasa menonjolkan aurat sebagai sajian utama. I love aurat.
Dan untuk menyeimbangkan hobi saya mendengarkan k-pop itu dengan selera musik saya in general, saya mencari-cari band band indie asal Korea yang ternyata memiliki skena yang bagus. Saya menemukan banyak sekali band-band keren dari mulai Small O yang memainkan musik indie folk macam Fleet Foxes, Cranfield dengan indie rock-nya, Shindigs dengan lo-fi pop hingga Eloise yang membawakan shoegaze. Saya sempat membikin mixtape K-Indie tersebut disini.

Awalnya saya menyembunyikan kesukaan baru saya mendengarkan mereka itu karena… gengsi. Saya masih ingat beberapa waktu lalu saat lagu di handphone saya ke-shuffle ke lagu A Pink – NoNoNo saat sedang berkumpul bersama beberapa kawan. Salah seorang kawan berujar “Anjir! Matiin matiin, apaan dengerin ginian!”. Atau ketika seorang kawan yang lain sedang berkunjung ke rumah, dan saya berkata, “ini enak loh,” ketika mendengarkanFromm di laptop. Dan reaksi beliau adalah “Urang masih kurang respect ka musik Korea, mute weh laguna mah, mending nonton video klip-na wungkul” (Gue masih kurang respect sama musik Korea. Mute aja lagunya, mending nonton video klipnya saja). Maka dari itu saya langsung berpikiran bahwa telinga-telinga teman-teman saya tidak/belum menerima musik-musik seperti ini.
Saya tidak akan membahas soal musikalitas musisi-musisi asal Korea karena bagi saya tidak ada yang salah. Ini adalah masalah orang-orang yang merasa gengsi. Sekarang saya udah bodo amat sama gengsi. Masih ngedepanin gengsi itu so uncool. Setidaknya, meskipun saya di-cap sebagai ‘indies kafir‘ lah, alay lah, i don’t give a fuck about that. Setidaknya saya telah menjadi diri sendiri. Setidaknya saya tidak menjadi mas-mas yang sok-paling-ngerti-musik dan mencoba untuk jadi pretensius dengan mendengarkan band-band obscure lalu disombongin. Saya adalah saya. Dan ini adalah hak saya untuk mendengarkan lagu apapun yang saya suka. You don’t have a right to judge me by what music i listen to.

And last, here i give you Fromm’s 봄맞이 가출 MV:
(Post-scriptum: Judul postingan diatas tidak ada sangkut pautnya dengan isi tulisan yang merupakan curhatan personal. Menggunakan judul diatas agar terlihat seperti para penulis-penulis musik gaek yang menggabungkan filsafat dan musik agar keren dan ‘pretensius’)

You Might Also Like

0 comments

Subscribe