Cat Is Cute and So Are You

Tuesday, May 03, 2016



(Tulisan lama. Ditulis untuk Cat Is Cute and So Are You Zine yang hanya bertahan satu edisi dan dicetak terbatas.)

***


Kucing.


Aku suka kucing.

Aku punya banyak kucing di rumah. Ada lima, tepatnya. Aku hafal semua nama kucing-kucingku. London, Moscow, Oslo, Sofia dan Glasgow. Semuanya aku beri seperti nama kota karena aku ingin sekali pergi kesana. 

Dari semua kucing-kucingku, Moscow adalah yang paling tua. Dia adalah kucing pertamaku yang aku dapatkan dari temanku. Moscow adalah kucing ras campuran. Campuran dari kucing persia dan kucing kampung (Ah, sebutan kucing kampung terlalu kasar bagiku. Ada baiknya kita menyebut kucing lokal saja). Mungkin kucing lokal itu tak tahan melihat kemolekan si kucing persia, dan lalu, mereka bersenggama dan lahirlah Moscow. 

Bisa dibilang Moscow adalah anak haram. Lahir dari hubungan tanpa status kedua orang tuanya. Mungkin saja si kucing lokal itu juga menghamili kucing-kucing betina lain. Toh, mereka tidak punya surat nikah yang sah. Tapi, meskipun begitu, Moscow tetap aku sayangi layaknya kucing lain dibelahan dunia manapun. Moscow itu lucu. Dan dia tetap senang bermain dan tetap bahagia walaupun sejak kecil terpisah dari kedua orang tuanya, dan tahu bahwa dia adalah anak yang lahir diluar nikah. 

Terkadang aku salut padanya. Dia masih begitu kecil saat berpisah dengan kedua orang tuanya. Tetapi dia tetap tumbuh menjadi kucing yang ceria. Dia tidak pernah terlihat murung. Wajahnya selalu menggemaskan layaknya bunga yang bermekaran. Bulu-bulunya yang berwarna putih bergaris kuning keemasan itu sungguh halus sehalus sutra paling mahal. Matanya berwarna biru, laiknya batu safir. 

Setelah Moscow, aku diberi lagi kucing oleh temanku. Kuberi dia nama Sofia, karena dia betina. Sofia adalah kucing Balinese yang cantik. Jadi wajar saja jika Moscow langsung jatuh hati padanya. Namun, pada awalnya Sofia playing hard to get pada Moscow. Sofia selalu menjauh setiap Moscow mendekatinya. Tapi Moscow memang kucing yang tak mengenal kata menyerah. Dia tetap gigih mendekati Sofia hingga pada akhirnya, tanpa aku tahu, Sofia telah mengandung. Tanpa harus tes DNA perihal siapa ayah anak yang dikandung Sofia pun, aku sudah tahu bahwa itu Moscow. Karena, tidak ada kucing lain disana. Tidak pernah ada kucing selain mereka berdua di rumahku. Jadi, aku yakin itu adalah anak Moscow.

Aku senang, karena aku akan mempunyai kucing baru yang aku yakin akan lucu seperti Moscow dan Sofia. Beberapa minggu aku menunggu, akhirnya Sofia melahirkan. Dan lagi-lagi aku salut, karena Sofia tidak harus aku larikan ke rumah sakit bersalin atau bidan, karena dia bisa melahirkan anak-anaknya sendiri. Ada tiga anak kucing yang lahir hari itu. Dan benar saja, semuanya lucu dan menggemaskan. Aku langsung memberi nama ketiga anak kucing tersebut. London, Oslo dan Glasgow. Dua jantan dan satu betina. Oslo adalah kucing yang betina.

Akhirnya, kucingku punya keluarga besar yang lengkap. Satu ayah, satu ibu dan tiga anak. Mereka hidup bahagia. Dan aku tak pernah lupa untuk memberi mereka makan, karena bagaimanapun, untuk urusan makan, mereka tak bisa mandiri. Harus selalu aku yang menyediakan. Ini yang kurang aku suka. Harusnya Moscow bisa mencari pekerjaan dan menghasilkan uang sendiri. Sehingga dia bisa memberi makan istri dan ketiga anaknya tanpa harus mengandalkan aku. Bukan artinya aku tak mau memberi makan mereka, tapi aku hanya ingin mengajarkan Moscow untuk menjadi seorang ayah yang bisa menjadi teladan anak-anaknya. 

Tapi ah, sudahlah. Aku lebih suka aku yang memberi mereka makan, karena makanannya terjamin. Bisa saja jika Moscow yang mencari makan untuk mereka, dia malah membawa makanan haram seperti babi atau daging anjing. Atau disaat dia mencari makan, dia malah mabuk-mabukan. Atau bahkan menggunakan narkoba. Aku tak mau Moscow menjadi kucing yang seperti itu. Dan memang, satu-satunya cara agar Moscow tidak terjerumus dalam hal-hal seperti itu adalah dengan aku memperhatikan mereka dan membimbing mereka agar menjadi kucing-kucing yang baik. 

Soal agama, aku tahu mereka tak menyembah Tuhan atau apapun. Aku tak pernah memaksa mereka untuk mengikuti agamaku, karena agama itu soal pilihan. Bukan dengan cara pemaksaan. Jadi biarkan mereka mencari tahu apa yang baik bagi mereka. 

Beberapa kawanku bilang, bahwa ketika kucing sedang menjilati bagian tubuhnya, itu adalah salah satu ritual mereka untuk memuja setan. Cih! Aku tak percaya hal-hal seperti itu. Mana mungkin kucing bisa memuja setan. Tahu apa mereka soal setan atau iblis? Mereka tak pernah membaca kitab yang menjelaskan tentang setan, iblis atau mahkluk semacamnya. 

Atau, kawanku juga pernah bilang, jika kucing mengeong tanpa sebab ditengah malam, itu adalah proses interaksi mereka dengan setan. Dan aku tetap tak percaya. Alasannya sama dengan alasan yang aku tulis diatas. Mungkin kucing tersebut sedang berbicara dengan kucing lainnya, atau mungkin sedang sleep walking dan berbicara sendiri karena sedang mengigau. Ah, ada-ada saja memang. Kucing yang selalu menggemaskan dan ceria itu mana mungkin bisa memuja setan. Dalam agama Islam, bahkan diceritakan bahwa kucing adalah hewan kesayangan Nabi Muhammad. Jadi mana mungkin ada kucing yang memuja setan.

Sudahlah, lebih baik aku kembali bermain dengan kucing-kucingku.

You Might Also Like

0 comments

Subscribe