Musik Panx Kesukaan Maemunah
Sunday, March 01, 2015
Hujan menyapaku pagi itu. Derasanya hujan membuatku enggan untuk bangkit dari tempat tidur. Ditambah udara dingin yang berhembus lewat sela-sela jendela. Tapi aku sudah tak tahan untuk buang air kecil, yang membuatku mau tak mau harus berjalan menuju kamar mandi untuk mengeluarkan air seni menuju liang kloset.
Aku tak lantas kembali menuju tempat tidur. Aku menyeduh segelas coklat panas untuk mengusir dingin pagi ini. Kemudian aku menyalakan laptop dan membuka iTunes untuk mendengarkan lagu menemani pagiku. Aku memilih lagu Zedd – Clarity.
Handphone-ku berbunyi. Sebuah pesan pendek dari kekasihku, Maemunah. Dia mengucapkan selamat pagi dan memberitahuku bahwa dia akan ke kosanku jika hujan reda untuk membawakanku sarapan. Aih, manisnya kekasihku ini.
Singkat kata, hujan reda, dan Maemunah telah sampai di kosanku membawakan sarapan yang berupa semur jengkol dan kepala ayam. Saat itu, lagu yang sedang dimainkan di laptopku adalah lagu Repvblik – Sandiwara Cinta. Dan disaat aku sedang menikmati semur jengkol buatan Maemunah seperti para sadomasokis menikmati ditusuk anusnya oleh palu gada, Maemunah menghentikan lagu di laptopku.
“Kamu kok masih saja dengerin Repvblik, sih?!” Ucapnya dengan nada sedikit meninggi.
“Loh, memangnya kenapa? Lagu mereka kan banyak diputar di televisi. Bahkan jadi peringkat pertama di chart lagu terDahsyat?”
“Aku kan sudah bilang, jangan pernah nonton Dahsyat lagi!” Nadanya semakin meninggi.
“Yasudah, aku ganti lagunya ya, sayang.” Aku memilih untuk mengalah.
Selain agar Maemunah tak marah lagi, ini juga untuk semakin memperkuat kodratku sebagai laki-laki. Dimana fenomena ini menjadi inspirasi Seventeenuntuk memnciptakan lagu ‘Selalu Mengalah’, yang bertanya kenapa di masyarakat terdapat sebuah stereotip dari wanita kepada laki-laki bahwa setiap lelaki harus mengalah.
Kemudian, aku mengganti lagu menjadi lagu Noah – Separuh Aku. Lagu wajib saat aku karaokean dengan teman kampusku. Aku yakin, Maemunah tak akan protes lagi.
“Ih! Kenapa malah diganti lagu ini?! Sudah, aku saja yang memilih lagu!” Maemunah kembali marah.
Maemunah kali ini memilih lagu di iTunes-ku. Namun dia tak mendapat lagu yang cocok baginya dan membuka laptopnya untuk kemudian menyalakan lagu dari laptopnya. Al Green – Let’s Stay Together dipilih Maemunah.
“Biar cocok dengan suasana pagi ini.” Ucap Maemunah singkat.
“Tidak ada lagu yang lebih keras, sayang? Aku sedang ingin mendengarkan lagu panx, nih.”
“Oh. Ada, sebentar,” Maemunah kembali memilih lagu. “Ini saja. Fucked Upalbum David Comes To Life. Album ini menurutku mirip dengan album Refused – The Shape of Punk to Come.”
“Maafkan kesotoyanku ini, Mae, tapi menurutku, album ini bukan punk” Aku membantah Maemunah.
“Tidak punk bagaimana?! Ini kan album punk rock!”
“Tapi menurutku, di album ini Mike Haliechuk lebih bermain-main di ranah noise rock, post-hardcore dan power pop. Fucked Up bagiku terdengar sepertiPixies memainkan lagu Ramones. Dan mereka terlalu mencoba untuk menjadiHusker Du di abad 21.”
“Apa sih maksudmu?! Mereka jelas-jelas sebuah band hardcore punk! Lihat saja gaya slengean mereka!”
“Slengean? Maaf sayang, mereka bagiku tidak slengean. Mereka masih kalah slengean dari DIIV atau Crystal Castles. Mereka layaknya Deafheaven bagiku. Menjadi band pujaan pitchfork. Fucked Up lantas menjadi band hipster punk. Dan mereka juga sayangnya tour bareng Foo Fighter. Sekali lagi, maaf sayang, mereka tidak punk.”
“Ah! Sudahlah. Aku mengganti lagu saja!” Maemunah terlihat marah dan mengganti lagu menjadi Magic! – Rude.
“Nah, sudah, ini saja.”
0 comments