Dari Beastie Boys Hingga Curtis Mayfield: Sebuah Percakapan Ringan Bersama Phrovsta

Friday, June 06, 2014




“Beastie Boys itu salah satu band yang merubah hidup saya.”
–Phrovsta, Molothuvz.


Tak sengaja sebenarnya kenapa saya bisa berkenalan dengan Phrov. Awalnya saya saya sedang melapak kaset tape Sadford Lads Club di acara Aksi Reaksi besutan Tito, Phrov bertanya-tanya tentang produksi kaset tape saya. Percakapan kemudian bergulir. Puncaknya sesaat setelah saya selesai ‘diinterogasi’ oleh Audry, penggiat zine Bandung yang menjadi salah seorang penggagas Bandung Zine Fest dan PerpusZine Bandung. Seseorang yang kredibilitas dan kontribusinya terhadap skena Zine di Bandung sangatlah tinggi. Saya ‘diinterogasi’ perihal zine ‘indies’ saya, Popkiss Zine. Kita berdiskusi ringan (dan sedikit berat) perihal zine saya itu. Yang kemudian membikin saya sadar banyak hal tentang apa yang akan saya lakukan dengan kendaraan saya itu. Percakapan tersebut membuat saya sadar bahwa saya harus mengangkat suatu wacana, keresahan, kegelisahan dan semacamnya di Popkiss, yang sejauh ini belum muncul di zine tersebut.


***



“Saya dari ’87 udah mulai ngikutin skena itu (indie pop/madchester), dan itu menurut saya udah jadi apa ya… lifestyle,” itu yang diucapkan Phrov pada saya menanggapi percakapan saya dan Audry ketika sedang membahas Stone Roses dan Sarah Records. Kemudian setelah diskusi saya dan Audry, saya ajukan pertanyaan singkat namun menjadi pembahasan yang berlanjut dan kita berdua sama-sama antusias.
“Kalo Phrov, lebih ke hip-hop sama rap, ya?” 
Dan dia jawab: “Ya!” Kemudian dia bercerita tentang pada awalnya dia punya band grunge/punk/crossover yang kemudian dia tinggalkan. Semuanya karena satu band, Beastie Boys. Beastie Boys juga memang merupakan grup (atau band?) hip-hop favorit saya. Setelah itu, percakapan menjadi mengerucut kearah kesukaan saya, musik funk. Dimana ternyata kita sama-sama mengagumi Curtis Mayfield, Marvin Gaye dan beberapa lainnya. Dia pun merekomendasikan saya beberapa artis lokal yang memainkan music funk yang bagus, menawarkan beberapa vinyl Curtis Mayfield (yang sedihnya saya tidak mengoleksi vinyl karena terlalu mahal), memberitahunya kalau saya sekarang sedang membuat satu proyek musik beats/instrumental hip-hop/chillwave dan sedang mengagumi karya-karya Madlib, J Dilla hingga Diplo. Dan memberikan komentar terhadap musik future funk yang sekarang sedang hype. 
“Musik future funk sekarang tuh menurut saya apa ya… mixing-nya terlalu ‘pedes’. Bagi saya, ya.” 
Dan saya mengamini komentar Phrov tersebut. Karena memang sejauh yang saya dengar, kebanyakan seperti itu. Meskipun ada yang terdengar soft dan mendapatkan polesan mixing yang baik. 


Ada satu hal yang lucu sekaligus membuat saya serasa ditampar, saya sempat bertanya-tanya dalam hati, jika dia begitu dalam informasinya tentang hip-hop dan funk, maka sudah barang tentu dia punya group hip-hop. Dan setelah saya tanyakan nama grupnya, dia jawab: Molothuvz.
Holyshiatz! Grup hip-hop lokal yang saya suka selain Homicide (R.I.P), ya Molothuvz! Tapi saya dari awal berkenalan dengan Phrov, masih belum ‘ngeh’ kalau Phrov yang berkenalan dengan saya itu adalah Phrovsta yang sering saya dengan suaranya dalam rima-rima membunuh di track-track Molothuvz. 
Untungnya saya masih bisa bersikap biasa-biasa saja dan hanya menanggapi jawaban tersebut dengan respon singkat “ooooh” saja. Karena jika saya antusias dan berkata bahwa saya menyukai Molothuvz, maka saya akan terlihat seperti remaja-remaja perempuan yang bertemu Benedict Cumberbatch. 
Percakapan kita pun terpotong setelah acara Aksi Reaksi yang digagas Tito dan kawan-kawan pun berakhir. Phrov dan Audry harus segera bergegas pergi ke Fisip untuk datang ke salah satu acara. Dan saya pun harus segera pulang karena perut sudah tidak bisa dikompromi. 




post-scriptum: dilain kesempatan, jika saya bisa bertemu lagi dengan Phrov, mungkin saya akan minta diajarkan bagaimana cara sampling yang baik.

You Might Also Like

0 comments

Subscribe