Cerita Seorang Lelaki Tentang Melankolia Yang Menenggelamkan

Sunday, June 01, 2014

“i could deny
but i’ll never realise
i’m just chasing rainbows
all the time.”

Hmm. Tiap mendengar lagu dari Shed Seven ini, saya langsung teringat pada seorang lelaki. Tidak terlalu jelek dan tidak terlalu tampan. Tapi kata seorang teman perempuannya, dia adalah tipikal lelaki yang adorable. Wah! (Entah kenapa juga saya harus menulis “Wah!” barusan.) Tapi terlepas dari itu, semua mantan kekasihnya cantik-cantik. Ya, seleranya bagus. Saya akui itu.
Lantas, kenapa saya bisa teringat pada lelaki itu tiap mendengar lagu Chasing Rainbows? Ya sudah barang tentu karena lirik lagu tersebut sama dengan apa yang lelaki itu alami. Sudah jelas bahwa lirik lagu Chasing Rainbows itu menceritakan tentang menginginkan sesuatu yang tidak akan pernah bisa dia dapatkan. Mengejar sesuatu yang terlihat, tapi tidak akan pernah bisa kita dekati untuk menyentuhnya. Lalu mari kita analogikan pelangi tersebut menjadi seorang perempuan. Seorang perempuan yang lelaki itu sukai sejak lumayan lama. Mereka sering bertemu, luwes mengobrol, bahkan lelaki tersebut sering membuat perempuan itu tertawa: satu kunci dalam melunakkan hati seorang perempuan. Tapi, diantara semua kedekatan itu, ada satu kesadaran dimata lelaki itu bahwa dia tidak akan bisa mendapatkannya. Dalam artian, menjadikan dia sebagai kekasihnya.
Kesadaran itu muncul dalam benak si lelaki dan kerap mengganggunya diwaktu dia memejamkan mata saat akan tertidur. Lelaki itu sering merendahkan dirinya sendiri. Satu hal yang menunjukan bahwa dia punya masalah dengan rasa percaya diri. Ya, lelaki itu memang sering bercerita kepada saya bahwa dia punya masalah dengan rasa percaya diri. Dia sering merasa tidak cukup keren untuk menjadi kekasihnya.

“I’m not cool enough to be her boyfriend, pal” Ucapnya pada saya.
“Just be yourself, mate. That’s the coolest thing you can do”

Entah kenapa saya bisa memberikan jawaban seperti itu padanya. Tapi memang ada benarnya juga. Menjadi diri sendiri adalah hal terkeren yang bisa kita lakukan. Memang, ada banyak perempuan yang menginginkan seorang kekasih yang keren; berparas tampan seperti Nicholas Saputra. (Dude! Nico katanya gay. Jadi kegantengan dia useless. Cari bandingan lain, please) Oke, maksudnya berparas tampan seperti Jean-Paul Belmondo atau siapalah mereka. Lalu berpenampilan seperti model-model di fuckyeahindieboys. Sering datang ke acara-acara seni art yang pretensius. Dan lain sebagainya. Tapi selain mereka, perempuan yang ingin punya kekasih yang keren, masih banyak juga mereka, perempuan yang memiliki standar tidak terlalu tinggi. Keren itu nomor sekian. Yang penting, menjadi diri sendiri. Setidaknya itu yang pernah seorang perempuan katakan pada saya. Dan katanya, membuat seorang perempuan merasa nyaman saat ada di dekat kita itu juga adalah hal keren yang bisa kita lakukan. Lelaki itu harusnya berhenti memikirkan keren atau tidaknya dirinya, yang seharusnya dia lakukan adalah melakukan apapun yang dia bisa untuk melunakkan hati wanita tersebut. Bukan malah memaksakan diri untuk menjadi keren melakukan apa yang tidak bisa kita lakukan. Karena percayalah, predikat keren tercipta dari diri sendiri, dengan apa yang kita bisa lakukan.
Tapi, ada satu hal yang saya lupakan. Lelaki itu pernah bercerita bahwa perempuan itu sepertinya tengah dekat (atau mungkin sudah memiliki hubungan yang lanjut. Who knows) dengan seorang lelaki lain. Duh! Jika sudah seperti ini, yang kita bisa apa. Selain menunggu dan tetap semangat mengejarnya.

“Even it takes a billion hundred years, I will keep chasing her”
Saya penasaran, ingin tahu siapa perempuan yang lelaki itu sukai. Sampai-sampai semua ini terasa begitu dalam. Hingga membuat lelaki itu, yang katanya humoris, menjadi seorang yang melankolis. Dan katanya, perempuan itu, tak lain adalah dia yang menyebutnya sebagai seorang lelaki yang adorable. Hmm, saya jadi tak habis pikir. Jika perempuan itu sudah menyebutnya sebagai lelaki yang adorable, dimana secara tak langsung dia pun (mungkin) ‘memuja’ lelaki itu. Lantas kenapa lelaki itu masih saja merasa sulit untuk mendapatkannya? Padahal bisa jadi itu adalah sebuah clue bahwa perempuan itu pun menaruh hati padanya (Tolong garis bawahi kata ‘bisa jadi’, ya). Saya jadi punya asumsi sendiri bahwa sebenarnya lelaki itu yang tidak benar-benar mengejar perempuan itu. Mungkin bisa jadi karena selama ini dia berpikir bahwa perempuan itu dekat dengan lelaki lain? But hey! Love isn’t a competition but sometime we have to compete with someone else. Ah, sepertinya lelaki itu memang tidak bisa menjadi dirinya sendiri dan terus membandingkan dirinya dengan ‘saingannya’ itu, yang pada akhirnya merendahkan dirinya sendiri lagu.
Damn! Semua ini menjadi begitu rumit dan saya malah terlibat dalam semua melankolia ini. Semua hanya gara-gara lagu Chasing Rainbows ini. Lagu yang ketukan drum-nya mengingatkan saya pada ketukan drum di lagu Ron milik Slint. Sudahlah, saya sudah kadung tenggelam dalam melankolia ini. Saya akan mengambil gitar dan memainkan lagu Chasing Rainbows ini, untuk kesekian kalinya.

“there are things that i regret
like being called a nervous wreck
and working up another sweat for you
there’s nothing that i can do
for counterparts and bleeding hearts
and all the things that fall apart for you”

You Might Also Like

0 comments

Subscribe