­
Film

Warkop DKI: Kritik Sosial dan Tawa Yang Tak Pernah Usai

30 Maret tahun lalu saya merayakan Hari Film Nasional dengan membikin essai panjang tentang Usmar Ismail di zine yang saya terbitkan di kampus. Tadinya saya akan posting tulisan tersebut, tetapi karena file-nya raib entah kemana, saya malah menemukan tulisan ini kembali. Tulisan penghormatan saya terhadap Warkop DKI yang entah saya tulis kapan. Maafkan kealpaan saya ini. Tetapi sepertinya saya tulis tahun 2013. Yang...

Continue Reading

Meracau

Sudah Terlalu Banyak Isme Dalam Sepak Bola

Rasisme dalam sepak bola adalah hal yang lumrah terjadi. Tapi pantaskah rasisme menjadi bagian dari budaya sepak bola? Tidak! Segala bentuk rasisme tidak dapat ditoleransi. Apalagi dalam sepak bola. Sepak bola pada hakikatnya adalah sebuah olahraga yang dapat menyatukan kita semua. Tak peduli kita kulit putih, kulit hitam, mata sipit atau apapun, kita tetap bisa bersatu dalam sepak bola. Isu rasis yang paling...

Continue Reading

Fiksi

Obrolan Relijius Bersama Kim Seol-hyun

Cuaca Kota Bandung sedang dingin-dinginnya malam itu. Saya sedang duduk sendiri di salah satu kedai yang menu andalannya adalah mie rebus atau goreng dengan tumpukan keju atau kornet di atasnya. Saya tidak bisa menuliskan nama tempat tersebut karena tidak boleh. Pokoknya, malam itu saya duduk sendiri disini. Suasana lumayan sepi karena hujan besar baru saja mengguyur Kota Bandung. Mungkin orang-orang lebih memilih untuk...

Continue Reading

Meracau

Tanpa Mereka, Hidup Saya Adalah Kekeliruan

Epilog. Tanpa mencintai musik, mungkin hidup saya akan menjadi sangat membosankan. Entah apa yang akan saya lakukan sekarang jika sejak kecil saya tidak dicekoki musik oleh orang-orang terdekat saya. Tanpa mencintai musik, mungkin saya tidak akan mengenal banyak kawan-kawan ajaib yang saya kenal melalui musik. Tanpa mencintai musik, mungkin saya tidak akan menggeluti pekerjaan yang saya lakukan saya ini: jurnalis musik. Bisa dibilang,...

Continue Reading

Fiksi

Membicarakan Kebebasan dan Ironi Bersama Elliott Smith

Siang itu saya sedang duduk-duduk santai di sebuah warung kopi di pinggiran terminal Pasir Koja. Waktu itu akhir tahun 1997, saya lupa lagi tepatnya bulan apa. Terminal Pasir Koja meskipun sudah ramai tapi tidak seramai dan sepadat hari ini. Bahkan hari ini lebih semrawut. Saat saya sedang meminum kopi, saya menangkap sesosok pria yang terlihat familiar sekaligus asing. Dia bukan orang Indonesia. Mungkin...

Continue Reading

Puisi

Instrumentalia

–untuk: si pengecut  kita berdua punya                                  alasan untuk diam                                  tapi diam pun                                      ...

Continue Reading

Puisi

Entah

entah apa yang akan saya lakukan selain menulis tentangnya hanya ini yang dapat saya lakukan untuk saat ini memujanya  layaknya orang-orang terdahulu memuja roh leluhur,  kilat petir, matahari, pohon, batu, patung, langit, kilatan cahaya aneh di langit, benda terbang, mata air, kambing berkepala dua, suling sakti, sapi, anak kecil yang bisa menyembuhkan, atau bahkan pohon tua. ...

Continue Reading

Puisi

Would You Ever Regret?

i was just trying to make conversation  the awkwardness was sinking in  now i’m regretting my actions  it’s a waste of my breath  stuck in my head  i’m seeing myself a lot  nothing lasts though  i’ll see you when i’m back  so i’ll go for a walk and kick the dirt  thinking of what i could’ve said  i couldn’t say a thing, and...

Continue Reading

Subscribe